1. Taman Nasional Bunaken
Taman Nasional Bunaken ditetapkan oleh Pemerintah dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 24 Desember 1991 dan merupakan kawasan konservasi perairan dengan luas 79.065 ha yang terdiri dari dua bagian terpisah yaitu bagian Utara meliputi lima pulau masing-masing Pulau Bunaken, Siladen, Manado Tua, Mantehage dan Pulau Nain, serta wilayah pesisir Desa Molas, Desa Meras, Tongkaina dan Tiwoho. Bagian selatan meliputi pesisir desa-desa yaitu Desa Popo, Teling, Kumu, Pinasungkulan, Rap-rap, Sondaken, Wawontulap dan Poperang. Taman Nasional Bunaken yang merupakan kawasan konservasi ini memiliki keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang sangat tinggi dan terdapat tiga ekosistem utama perairan tropis Indonesia, yaitu : Terumbu Karang, Hutan Bakau dan Padang Lamun. Objek wisata ini dapat ditempuh ±25 menit dari Pelabuhan Manado dengan menggunakan kapal boat atau Blue Banter.
2. Taman Purbakala Sawangan
"Waruga" kuburan batu (sarcophagus) dari nenek moyang orang Minahasa, sejak jaman Megalitikum. Kuburan-kuburan batu yang dibangun berisi badan (tubuh) dalam posisi duduk dan memiliki nilai filosofi. Pra Kristen percaya bahwa bayi yang lahir dalam posisi duduk dalam kandungan ibu, dan posisi duduk ini ia harus abadi. Diatas kuburan itu ada batu yang berbentuk kepala, menggambarkan hobi, sifat atau pekerjaan, wanita yang melahirkan, pemburu-pemburu, anak-anak dan lain-lain. Berlokasi di Desa Sawangan, daerah Airmadidi 24 Km dari Kota Manado dapat dicapai dengan transportasi umum (± 30 menit). Waruga di Minahasa dapat ditemukan di beberapa tempat seperti Airmadidi, Tomohon dan Tara-Tara.
3. Bukit Kasih
Terletak di areal desa Kanonang, Kawangkoan. Bukit Kasih adalah salah satu cara untuk menghargai Tuhan melalui ciptaan-Nya. Bukit Kasih adalah pusat spiritual dimana penganut agama dari berbagai kepercayaan berkumpul, bermeditasi, dan beribadah, terletak di pangkuan perbukitan tropis yang subur dan berkabut. Berlokasi 55 kilometer dari kota Manado, Bukit Kasih menyambut wisatawan lokal dan mancanegara untuk beribadah sesuai kepercayaan mereka, Muslim, Kristen, Hindu, Budha atau kepercayaan lainnya. Satu-satunya tempat di dunia ini untuk semua orang yang mencari kedamaian dan kebenaran spiritual.
Keterbukaan, keheningan, batu tinggi yang tidak tersentuh, dan alam yang indah. Diselimuti oleh tumbuhan hijau dan tumbuhan tropis, merupakan perjanjian tangan Allah yang sejati. Monumen ini didirikan untuk menunjukkan prinsip dasar timbal – balik, kasih dan cinta diantara para penganut kepercayaan yang ada di Sulawesi Utara. Berdasarkan legenda dari suku Minahasa, Bukit Kasih adalah tempat meninggalnya nenek moyang Minahasa : Toar dan Lumimuut. Tempat wisata ini dapat ditempuh ± 1 jam dari Kota Manado dengan sarana darat.
4. Danau Tondano
Danau indah dengan keliling daerah pegunungan yang rata-rata mempunyai ketinggian 700 M sehingga bentuknya menyerupai sarang burung, dimana banyak orang datang untuk berwisata menikmati udara pegunungan yang sejuk. Ditengah danau terdapat sebuah pulau kecil yang dinamakan Pulau Likri. Banyak desa mengelilingi danau ini seperti Eris, Kakas dan Remboken. Keindahannya dapat dinikmati setiap hari. Objek wisata ini dapat ditempuh ± 30 menit dari Kota Manado dengan sarana darat.
5. Rumah Tradisional Adat Minahasa
Disebut dengan istilah wale atau bale, yaitu rumah/ tempat melakukan akivitas untuk hidup keluarga. Adapula “sabuwa” yaitu rumah kecil untuk tempat beristirahat, berlindung sewaktu hujan, memasak ataupun tempat menyimpan hasil panen sebelum dijual. Ciri utama rumah tradisional ini berupa "Rumah Panggung" dengan 16 sampai 18 tiang penyangga. Beberapa abad lalu terdapat rumah tradisional keluarga besar yang didiami oleh 6 sampai 9 keluarga. Masing-masing keluarga merupakan rumah tangga tersendiri dan mempunyai dapur atau mengurus ekonomi rumah tangga sendiri. Saat ini jarang ditemui rumah adat besar seperti ini. Pada umumnya susunan rumah terdiri atas emperan (setup), ruang tamu (leloangan), ruang tengah (pores) dan kamar-kamar. Ruang paling depan (setup) berfungsi untuk menerima tamu terutama bila diadakan upacara keluarga, juga tempat makan tamu. Bagian belakang rumah terdapat balai-balai yang berfungsi sebagai tempat menyimpan alat dapur dan alat makan, serta tempat mencuci. Bagian atas rumah/loteng (soldor) berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil panen seperti jagung, padi dan hasil lainnya. Bagian bawah rumah (kolong) biasanya digunakan untuk gudang tempat menyimpan papan, balok, kayu, alat pertanian, gerobak dan hewan rumah seperti anjing. Untuk melihat rumah tradisional adat Minahasa ini, dapat ditemukan pada desa-desa di Minahasa yang umumnya sebagian rumah masih berupa rumah panggung tradisional. Akan tetapi kebanyakan telah mengalami perubahan bentuk, sesuai dengan kebutuhan pemiliknya.
6. Makam Pahlawan Tuanku Imam Bonjol
Imam Bonjol dengan nama asli Peto Syarif, dilahirkan pada tahun 1772 di kampung Tanjung Bunga, Alahan Panjang, Pasaman, Minangkabau. Selesai menuntut pelajaran di kota Tuo, Aceh dan Kamang tahun 1807, Peto Syarif mendirikan benteng, alahan panjang yang digunakan sebagai pusat kegiatan "Gerakan Padri". Benteng ini yang terkuat di Minangkabau, sehingga dapat bertahan dari kepungan Belanda selama 15 tahun. Perang Padri mulai terjadi tahun 1821 antara Belanda (Hindia Belanda) dengan laskar Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Tahun 1824 Belanda telah menguasai Luhuk Agam, Tanah Datar, dan lima puluh kota yang semakin melebar hingga tahaun 1332 hampir menguasai seluruh Minangkabau, kecuali Bonjol.
Perlawanan Tuanku Imam Bonjol demikian gigih, sehingga pimpinan tertinggi Hindia Belanda pada saat itu, Van Den Bosch tahun 1833 langsung memimpin pertempuran. Bonjol dapat ditaklukkan Belanda pada 16 Agustus 1837, namun Tuanku Imam Bonjol bersama pengikutnya dapat meloloskan diri dan melanjutkan perlawanan. Pada usia 65 tahun, tepatnya tanggal 28 Oktober 1838, Tuanku Imam Bonjol diundang pihak Belanda untuk berunding di Palupuh. Rupanya perundingan tersebut hanyalah tipu daya (perangkap), karena beliau langsung ditangkap dan dipenjara di Bukit Tinggi. Untuk menghindari penyerangan, Belanda memindahkan tempat pengasingan beliau ke Padang Cianjur, Ambon dan terakhir ke Manado pada tanggal 19 Januari 1839.
Ditempat pengasingannya, di desa Lotak di pinggiran selatan Manado (kini dalam wilayah kecamatan Pineleng) Kabupaten Minahasa, Tuanku Imam Bonjol wafat dalam usia 92 tahun. Upacara pemakaman beliau mendapat perhatian besar dari masyarakat dan pembesar Hindia Belanda setempat. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Hindia Belanda tetap menghormati beliau sebagai salah seorang pemimpin/pejuang besar.
7. Makam Pahlawan Kyai Modjo
Kyai Modjo adalah kawan seperjuangan Pangeran Diponegoro dan seorang panglima perang sekaligus Kepala Agama (Kyai) dalam perang Diponegoro (1825-1830). Selama perang tersebut berkali-kali Kyai Modjo dibujuk Hindia Belanda untuk berdamai dengan imbalan kedudukan dan jabatan. Namun hal ini di tolak beliau karena tekadnya untuk mengusir Belanda dari bumi Nusantara.
Tahun 1828 Belanda berhasil menawan Kyai Modjo, melalui tipu muslihat. Dan setahun kemudian (1829), beserta 62 orang pengikutnya (semua laki-laki) diasingkan dari Batavia ke Tondano, Kabupaten Minahasa. Dalam usia sekitar 75 tahun, tepatnya bulan Nopember 1848, Kyai Modjo wafat. Beliau dimakamkan di desa Woloan Kecamatan Tondano yang terletak diatas bukit, berjarak kira-kira 1 km dari abatas kota Tondano, ibukota Kabupaten Minahasa.
Peninggalan Kyai Modjo dan para pengikutnya adalah adanya perkampungan Jawa sampai sekarang yang dikenal dengan kampung Jawa Tondano (Jaton). Masyarakatnya merupakan asimilasi antara wanita Minahasa anak suku Tondano dengan para pengikut Kyai Modjo yang ikut diasingkan. Sekitar tahun 1923 Pemerintah Belanda memindahkan sebagian penduduk Kampung Jawa Tondano ke Gorontalo, sehingga saat ini di Kabupaten Gorontalo terdapat perkampungan Jawa asal Minahasa (Jawa Tondano). Perkampungan tersebut telah berkembang menjadi kampung Reksonegoro dan kampung Yosonegoro.
8. Klenteng Ban Hin Kiong
Tempat ini merupakan kelenteng pusat bagi umat Budha untuk beribadah. Bila anda sedang berada di Manado dua minggu setelah bulan kamariah, maka anda akan menyaksikan parade tradisional Cina yang menampilkan berbagai macam atraksi. Kelenteng Ban Hin Kiong terletak di Jl. Panjaitan Manado.
9. Gua Jepang
Bukit gua sepanjang jalan antara Kiawa dan Kawangkoan di sebuah Desa kira-kira 45 Km dari Manado. Gua ini dibangun oleh Jepang selama perang dunia kedua yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan makanan.
10. Tarsius Spectra (Ingkir)
Tarsius atau dalam bahasa Indonesia disebut Ingkir adalah salah satu satwa langka yang saat ini dilindungi. Bentuknya mirip dengan kera, tetapi dengan ukuran tubuh yang jauh lebih kecil, lebih kurang 10 cm atau sekepalan tangan manusia. Panjang ekornya sekitar 20 cm dan berat Tarsius dewasa sekitar 300 gram. Binatang ini termasuk mamalia primata dan tergolong binatang malam, yang keluar pada senja hari. Karena itu Tarsius memiliki sepasang mata berukuran agak besar, seperti burung hantu. Penglihatan binatang ini sangat tajam dan matanya dapat mengincar mangsa dalam gelap. Penciuman tarsius berdaya lemah, akan tetapi diimbangi oleh pendengarannya yang cukup baik. Selain itu lehernya lentur sekali dan dapat berputar 180 derajat. Dalam menangkap mangsa tarsius dapat melompat dengan gerakan akrobatik setinggi 5 meter. Cengkeramannya sangat kuat dan gigi-giginya tajam bagai pisau cukur sehingga dapat merobek mangsa di udara. Sifat satwa ini monogamis (berpasangan tetap). Biasanya menetap pada lubang yang dibuat di batang pohon yang tinggi dan dihuni oleh sepasang "suami istri" Tarsius bersama anak-anaknya. Setahun sekali Tarsius betina hamil selama enam bulan dan melahirkan bayi yang beratnya sekitar 100 gram. Menurut laporan Prof. J.H. Van Balen, pada awal abad ini satwa sejenis Tarsius juga ditemukan di Kalimantan, Bengkulu, Bangka Dan Belitung. Sedangkan di Sulawesi Utara saat ini Tarsius dapat dijumpai di cagar alam Tangkoko (Bitung) Dan taman Nasional Wallace Dumoga (Bolaang Mongondow). Ditempat tersebut Tarsius diusahakan ditangkarkan dalam habitat aslinya dalam usaha meningkatkan populasinya. Binatang mamalia ini dapat ditemui dalam waktu ± 1 jam dari Kota Manado.
11. Gunung Lokon dan Mahawu
Kedua gunung ini masing-masing Lokon mempunyai ketinggian 1.580 m dan Mahawu mempunyai 1.311 m. keduanya mempunyai danau kawah yang amat indah. Diantara keduanya Lokon yang lebih indah. Pendakian ke puncak dilakukan oleh pendaki dalam kondisi yang layak. Letak kawah panas 600 m dari puncak gunung dan danau kawah 60 m dalamnya. Waktu yang paling baik perjalanan pendakian mulai dari Kakaskasen pukul 07.00 pagi dan hal ini memungkunkan melakukan perjalanan ke kawah saat pagi hari dalam cuaca yang masih dingin dan sejuk
12. Gunung Klabat
Gunung tertinggi yang ada di Sulawesi Utara (2,020 meter), dapat didaki dalam waktu 5-6 jam untuk sampai ke puncak dari jalan setapak dekat Polsek Airmadidi. Saat terbaik untuk mendakinya adalah pada saat bulan purnama, sembari menunggu matahari terbit di pagi hari. Anda akan melihat pemandangan danau Tondano yang berada di daerah Minahasa.
13. KEINDAHAN PANTAI PASIR PUTIH PULAU MAHORO
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro adalah salah satu
Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sangihe yang berada di
Propinsi Sulawesi Utara dan resmi menjadi Kabupaten pada tanggal 23 Mei 2007.
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro atau yang lebih dikenal dengan SITARO, Berjarak Sekitar 146 km dari Ibukota Provinsi Sulawesi Utara "MANADO" yang terletak antara 2’07’48’’36’’ Lintang Utara dan 125’09’36 – 125’29’24’’ Bujur Timur, Terdiri atas 10 Kecamatan Dengan Luas Wilayah 275,95 km2 dengan Ibukota ONDONG yang berada di Wilayah Kecamatan Siau Barat.
Potensi pariwisata yang ada di Sitaro cukup menjanjikan.
Salah satunya adalah pulau yang tidak berpenghuni yaitu Pulau Mahoro
yang terletak pada koordinat 2°45' 56" LU
125° 24' 13" BT di kumpulan pulau-pulau kecil dalam kluster
Buhias yang merupakan rangkaian beberapa pulau yang seolah tercampakan di
lautan yang mengepungnya dan termasuk pada wilayah Kampung Tapile Kecamatan
Siau Timur Selatan. Keunikan keindahan alamnya berupa hamparan laut dan terumbu
karang yang masih asli dan utuh. Di Pulau ini terdapat sarang burung wallet dan
bekas benteng Portugis.
Perjalanan ke Pulau Mahoro dapat dijangkau dengan
menggunakan speed boat atau dengan perahu nelayan bermesin katinting. Dengan
jarak jangkau ± 9,5 Mil dari pelabuhan Ulu Siau, maka waktu yang ditempuh hanya
15 – 45 menit pada saat laut tidak bergelombang sedangkan jika laut
bergelombang waktu yang ditempuh ± 2 jam.
Di bagian barat pulau ini terdapat goa yang menjadi sarang
burung walet yang hanya bisa dimasuki pada saat air surut sedangkan pada saat
air pasang mulut goa ini tertutup oleh air laut. Pada bagian selatan terdapat
bentangan pasir putih nan menawan menambah eksotisnya panorama Pulau Mahoro
yang luasnya ± 7 km2 dan hanya dihuni oleh beberapa jenis burung
diantaranya burung walet dan maleo juga ada kalelawar yang mendiami
tebing-tebing.
Pulau Mahoro memang sebuah nirwana. Tempat bermanja yang
jauh dari kebisingan dan polusi. Disana hanya ada suara angin dan deru ombak.
Yang ada hanya nyiur melambai memberi keteduhan dan pasir putih nan halus
sebagai tikar alam tempat bermanja. Pulau Mahoro menggoda untuk didatangi
kembali. Tapi semoga, dia tidak datangi oleh keserakahan budaya modern manusia.
Biarlah Pulau Mahoro dan pulau-pulau “virgin” lainnya tetap menjadi surga dari
warisan alam indonesia dan kaya ini. Kita boleh mengeksplorenya, tapi dengan
konsep keseimbangan alam.
Kawasan pulau ini layak menjadi perhatian Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro untuk pengembangan kawasan wisata
pantai, lokasi diving, snorkling dan fishing sport dan cocok untuk pembangunan
cottage.
14. Objek Wisata Air Panas Lehi
Jika anda
berkunjung ke Pulau Siau, sempatkan diri ke Kampung Lehi. Dari Ondong (Ibukota
Kabupaten Siau Tagulandang Biaro) jaraknya 3 km dan dapat ditempuh selama
kurang dari 20 menit .
Di Lehi terdapat air panas yang merupakan salah satu hasil
karya Gunung Karangetang. Berbeda dengan air panas di daerah lain, Air Panas
Lehi merupakan hasil pertemuan antara sumber air panas dari Gunung Api
Karangetang dengan air laut. Yang mengeluarkan uap panas adalah air laut di
pinggiran Pantai Temboko. Sungguh merupakan suatu sajian alam yang indah.
Di sela-sela
pecahan ombak di bebatuan, anda akan menikmati air yang lumayan panas. Jadi
jangan berharap di pinggiran pantai ini ada ikannya. Karena ikan yang berani
berenang ke tepi pantai, langsung mati karena airnya yang panas. Telur saja
dapat masak. Silahkan mengambil posisi diantara terjalnya tebing-tebing yang
seolah memagarinya. Dan nikmati airnya yang berwarna hijau. Ditambah dengan buaian
angin laut, layangkan pandangan anda ke Pulau Makalehi di depannya. Dan jika
anda punya nyali, silahkan terjun ke pantainya untuk merasakan “sauna alam.”
Seperti lokasi wisata alam lainnya, saat ini Pemkab Sitaro
sedang menggarap Objek Wisata Air Panas Kampung Lehi dengan memperbaiki dan
membangun tempat-tempat santai bagi pengunjung dan bahkan telah membangun
beberapa kamar mandi tempat para pengunjung berbilas sesudah berendam di air
laut yang lumayan panas. Sumur tempat berendampun sudah mulai diperbaiki.
15. Objek Wisata di Pulau Makalehi
|
Pulau Makalehi
|
Pulau Makalehi ada sebuah pulau yang berada di bagian barat
dan merupakan pulau terluar di Sulawesi Utara dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan koordinat 2°44′15″LU,125°9′28″BT yang letaknya di Laut
Sulawesi yang berbatasan langsung dengan Negara Philipina dan merupakan bagian
dari Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (SITARO) dengan Luas wilayahnya
420 Ha, lahan pertanian/perkebunan 380 Ha, hutan lindung 2 Ha dan danau seluas
8 Ha. Pulau ini dihuni oleh 1425 jiwa dengan 415 Kepala Keluarga yang mayoritas
mata pencaharian adalah sebagai nelayan. Pulau Makalehi juga mempunyai
keanekaragaman hayati laut yang tinggi seperti terumbu karang, mangrove, padang
lamun dan ikan-ikan karang.
Pulau Makalehi terletak diantara Gunung Api Karangetang di
Pulau Siau dan Gunung Api Ruang di gugusan Pulau Tagulandang. Letak Pulau
Makalehi berada di sebelah barat kedua pulau tersebut. Diapit oleh dua gunung
aktif yang berada di alur Sirkum Pasifik membuat kondisi permukaan tanahnya
labil dan rawan gempa bumi.
Untuk mencapai pulau Makalehi dari Pelabuhan Manado dapat
menumpang dengan Kapal Motor (berangkat sore hari jam 18.00 Wita)
dengan waktu tempuh 6 jam perjalanan atau dengan Kapal Cepat (berangkat
pagi hari jam 10.00 Wita) dengan waktu tempuh sampai di Pelabuhan
Ulu SIau (Kec. Siau Timur) adalah 3 jam. Dari Pelabuhan Ulu Siau (Kec.
Siau Timur), dapat melanjutkan perjalanan ke Kec. Siau Barat dengan
menggunakan mobil atau motor darat selama 1/2 jam. dan sesudah itu Dari Kec.
Siau Barat dapat menaiki perahu motor dengan menempuh jarak sekitar 14 mil laut
dan ditempuh dengan waktu 1 - 2 jam perjalanan.
Pulau nan eksotis ini juga menyimpan sebuah pesona, seperti
Danau Makalehi yang terletak di tengah-tengah pulau dan berada di ketinggian. Demikian
pula sajian alam bawah lautnya. Menurut pengakuan beberapa orang yang
pernah mengekprorasi apa yang tersaji di bawah laut Makalehi bahkan lebih indah
dari Bunaken. Namun, sangat disayangkan Potensi Wisata yang dimiliki Pulau ini
belum tergarap secara maksimal.
TENGKORAK DI SITARO: Penjaga Mitos di Pulau Makalehi
oleh : Ronny A. Buol (2007)
Kumpulan Tengkorak
|
Ternyata.... di pulau ini terdapat sekumpulan tengkorak yang diselimuti misteri. Misteri, karena sejak diketahui keberadaannya sampai dengan saat sekarang, tidak ada seorang pun penduduk Makalehi yang mengetahui asal-muasal tengkorak tersebut. Yang mereka tahu, begitu kehidupan beradab hadir di Makalehi, tengkorak itu telah ada di sana. Letaknya di atas bukit, di salah satu sisi pulau, berada di dalam goa kecil.
Misteri yang ini telah menjadi mitos belum pernah ada
seorang pun yang berhasil mengabadikan tengkorak tersebut, baik melalui foto
maupun video. Telah banyak orang yang datang ke Makalehi mencoba untuk
memotret, tapi semuanya gagal. Jangankan dibawa ke tempat cetak foto, sampai di
kampung saja belum pernah ada yang berhasil menyimpan gambarnya.
Pernah dialami oleh salah seorang Babinsa tadi, yang mencoba
mengabadikan tengkorak-tengkorak tersebut. Agar supaya dapat pembanding yang
logis, dia sengaja mengajak anak-anak sekolah menemaninya ke lokasi. Dengan
bermodal HP kamera bermerk keluaran anyar, dia mencoba memotret kumpulan
tengkorak tersebut. Dan ini merupakan usaha yang kesekian kalinya. Berhasil,
gambar tengkorak muncul di display HP-nya. Kemudian dia meminta anak-anak
sekolah itu berdiri di dekat tengkorak tersebut, dan memotretnya. Berhasil pula.
Mereka lalu kembali ke perkampungan.
Namun, seperti misteri yang menyelimuti tengkorak itu selama
ini, keanehan itu kembali terjadi. Foto-foto tengkorak lenyap dari memori HP.
Terhapus? Mungkin itu jawaban teknis yang dapat diajukan. Tapi, tunggu dulu.
Mengapa gambar anak-anak sekolah itu ada, tidak ikut terhapus bersama
tengkoraknya.
Kumpulan Tengkorak
Ya, ini merupakan kumpulan tengkorak. Bahkan bukan cuma itu,
ini merupakan kumpulan tulang-belulang manusia lengkap. Dari tulang jari sampai
gigi. Menurut cerita masyarakat setempat, tengkorak ini berjumlah 8 buah,
tetapi yang ada di goa ini hanya 7. Kata mereka, yang satunya berukuran sangat
raksasa, dan hanya pada waktu-waktu tertentu muncul. Kumpulan tulang-belulang
ini tertata berjejer di atas sebuah kayu yang dilubangi.
Lagi, menurut cerita masyarakat di sana, kayu tersebut
adalah perahu. Memang masih terlihat bentuk perahunya, walau sebagian sudah
hancur. Terdapat pula sebuah teko, beberapa cangkir dan mangkuk. Yang ini sudah
tidak asli, karena menurut Kapitalau, yang asli telah hilang, sehingga mereka
menggantinya dengan yang ada sekarang. Teko dan mangkuk tersebut, juga asbak
merupakan tempat bagi penduduk untuk memberi kumpulan tengkorak itu minum dan
merokok.
Minum "Cap Tikus" dan Merokok
Pala (kepala dusun) yang merupakan guide kami, berkomat-kamit
dalam bahasa lokal yang saya tidak mengerti. Lalu dia meminta Rokok pada kakak
saya, menyulutnya dan menaruhnya ke mulut tengkorak tersebut. Satu tengkorak
satu batang. Katanya, mereka harus diberi rokok dan minuman "cap
tikus" (sejenis minuman beralkohol tinggi hasil penyulingan cairan pohon
aren). Misteri berikutnya terjadi lagi. Rokok yang ditaruh di mulut tengkorak
itu habis seperti benar-benar dihisap. Padahal disulut bersamaan dengan rokok
kakak saya. Rokok kakak saya yang perokok berat malah belakangan habis. Mungkin
tertiup angin?... mungkin saja. Tapi bagaimana dengan minuman cap tikus yang
juga habis perlahan-lahan itu?
Potret dan Record
Setelah ritual selesai, kini giliran saya mengerjakan tugas. Mengabadikan. Nah, ini dia yang berat. Saya terbebani dengan mitos yang selama ini menyelimuti kumpulan tulang-belulang ini. Gugup! Lalu saya mencoba untuk menenangkan diri dengan mengobrol sambil menarik nafas panjang. Antara yakin dan tidak. Perlengkapan yang saya bawa, Camera DSLR Olmypus E500, Camera Saku Digital Samsung Digimax A503, serta Camera Video Sony E48 dan Sony E46. Saya meminta kakak mengganti baterai Samsung Digimax A503. Saya mau memotret dengan kamera itu karena Camera DSLR Olympus telah saya gunakan selama di Tagulandang, dan memori cardnya telah berisi ratusan foto dari Tagulandang dan belum pernah sekalipun di backup. Demikian pula saya meminta dia mengganti pita kaset mini dv baru di Camera Video. Untuk jaga-jaga, jangan sampai kerja keras kami selama di Tagulandang terhapus sia-sia.
Setelah ritual selesai, kini giliran saya mengerjakan tugas. Mengabadikan. Nah, ini dia yang berat. Saya terbebani dengan mitos yang selama ini menyelimuti kumpulan tulang-belulang ini. Gugup! Lalu saya mencoba untuk menenangkan diri dengan mengobrol sambil menarik nafas panjang. Antara yakin dan tidak. Perlengkapan yang saya bawa, Camera DSLR Olmypus E500, Camera Saku Digital Samsung Digimax A503, serta Camera Video Sony E48 dan Sony E46. Saya meminta kakak mengganti baterai Samsung Digimax A503. Saya mau memotret dengan kamera itu karena Camera DSLR Olympus telah saya gunakan selama di Tagulandang, dan memori cardnya telah berisi ratusan foto dari Tagulandang dan belum pernah sekalipun di backup. Demikian pula saya meminta dia mengganti pita kaset mini dv baru di Camera Video. Untuk jaga-jaga, jangan sampai kerja keras kami selama di Tagulandang terhapus sia-sia.
Kakak saya memegang Camera Video dan saya pegang Camera
Samsung Digimax. Lalu kami show on. Saya menekan tombol power. Hidup. Mengambil
posisi untuk mendapat angel, ready, komposisi sudah teratur pada display dan
saya menekan shutter. Bleshh, kamera saya mati. Padahal baterainya baru
diganti, alkaline lagi. Saya agak terkejut dan gugup, yang membuat mata
orang-orang memandangi saya. Kakak saya menghentikan pengambilan gambarnya.
Saya mencoba menghidupkan kembali kamera saya, tapi tidak berhasil. Namun pada
saat itu juga keberanian saya muncul.
Mitos Terpatahkan
Saya meminta kakak saya mengganti Cameranya dengan Sony E46 dan mengambil kembali gambar. Dan, sebuah langkah sangat berani saya lakukan, mengganti kamera saya dengan DSLR Olympus E500, kamera utama saya. Kakak saya mengernyitkan dahinya. Ya, resiko kehilangan ratusan foto dari Tagulandang. Saya mengambil resiko itu. Menyalakan tombol power, mengatur beberapa parameter, menghidupkan lampu flash. Dan mulai memotret. Kali ini
kamera saya tidak mati. Saya terus membidik. Tidak mudah mengambil angle dan mengatur komposisi, karena goa itu sangat sempit. Setelah merasa cukup. Saya mengistirahatkan kamera. Lalu kami meninggalkan lokasi. Saya sengaja tidak melihat ke display saat memotret tadi, cukup melalui viewfinder. Dan sewaktu dalam perjalanan pulang saya tidak mem-play-nya, walau rombongan kami mendesaknya. Penasaran itu tetap saya simpan. Apakah saya berhasil mengabadikan “misteri” tadi? Kami menuruni bukit, dan saya masih memotret banyak obyek.
Saya meminta kakak saya mengganti Cameranya dengan Sony E46 dan mengambil kembali gambar. Dan, sebuah langkah sangat berani saya lakukan, mengganti kamera saya dengan DSLR Olympus E500, kamera utama saya. Kakak saya mengernyitkan dahinya. Ya, resiko kehilangan ratusan foto dari Tagulandang. Saya mengambil resiko itu. Menyalakan tombol power, mengatur beberapa parameter, menghidupkan lampu flash. Dan mulai memotret. Kali ini
kamera saya tidak mati. Saya terus membidik. Tidak mudah mengambil angle dan mengatur komposisi, karena goa itu sangat sempit. Setelah merasa cukup. Saya mengistirahatkan kamera. Lalu kami meninggalkan lokasi. Saya sengaja tidak melihat ke display saat memotret tadi, cukup melalui viewfinder. Dan sewaktu dalam perjalanan pulang saya tidak mem-play-nya, walau rombongan kami mendesaknya. Penasaran itu tetap saya simpan. Apakah saya berhasil mengabadikan “misteri” tadi? Kami menuruni bukit, dan saya masih memotret banyak obyek.
Menjelang sore, dengan menumpang Speed Boat Kayu kami
bertolak balik ke Pehe Pulau Siau. Kali ini ombaknya lebih ganas. Kakak saya
sangat ketakutan. Kami tiba di Pehe menjelang malam. Dengan sepeda motor kami kembali
ke rumah di Kapeta; istirahat sejenak, mandi, mengaso sambil minum kopi.
Kemudian setelah merasa cukup, saya mengambil kamera dan membersihkannya.
Menekan tombol on, mem-play, dan gambar-gambar tengkorak itu masih ada di
memory card. Cepat-cepat saya mengambil kabel transfer, lalu mentransfer
foto-foto itu ke hard disk. Menyimpannya dan mencoba mencetaknya.
Dan yup. Berhasil!. Minggu depannya saya mencetak di lab foto yang ada di Manado. Mitos itu telah terpatahkan: SAYA BERHASIL MENGABADIKANNYA. Gambar tengkorak-tengkorak itu terabadikan seperti yang Anda dapat lihat di halaman artikel ini. Hasil jepretan itupun telah pula
diikutkan dalam berbagai pameran bersama dengan gambar videonya. Dan sayalah orang pertama yang berhasil memotretnya, seperti yang diakui oleh penduduk Pulau Makalehi.
Mitos yang Tersisa
Satu lagi mitos yang menyelimuti kumpulan tengkorak itu
adalah keyakinan penduduk setempat akan amukan alam lokal jika ada yang sengaja
mengutak-atik kumpulan tengkorak tersebut. Menurut mereka, jika salah satu dari
tulang belulang tersebut digeser sedikit saja dari posisinya, maka angin barat
lokal akan bertiup sangat kencang, walau cuaca pada saat itu cerah. Dan jika
sudah demikian, hanya satu orang yang bisa mengembalikan posisi tulang yang
bergeser tersebut, seorang Nenek. Ajaibnya, dia tidak perlu ke goa tersebut, cukup mengembalikan posisi tulang tersebut dari rumahnya. Sebenarnya saya mau meminta ijin untuk meminjam salah satu dari tulang tengkorak tersebut, tapi saya ingat saya mau balik sore itu ke Pehe, ya takut juga kalau-kalau angin barat bertiup, bisa-bisa kami ditelan ombak.
bergeser tersebut, seorang Nenek. Ajaibnya, dia tidak perlu ke goa tersebut, cukup mengembalikan posisi tulang tersebut dari rumahnya. Sebenarnya saya mau meminta ijin untuk meminjam salah satu dari tulang tengkorak tersebut, tapi saya ingat saya mau balik sore itu ke Pehe, ya takut juga kalau-kalau angin barat bertiup, bisa-bisa kami ditelan ombak.
Masih menurut mereka, telah banyak juga upaya coba-coba dari
beberapa orang yang nekat mengambil tulang-belulang tersebut. Namun setiap kali
dibawa, tulang-tulang tersebut kembali ke tempatnya semula. Pernah seorang
warga negara Belanda, mencoba membawa semua tulang-belulang tersebut. Dia
mengisinya di peti, tetapi begitu dia keluar dari Pulau Makalehi tulang-tulang
tersebut telah kembali ke tempatnya semula dalam posisi seperti tidak pernah
diutak-atik.
Kumpulan tengkorak itu hanyalah
salah satu dari
sekian obyek menarik di Pulau
Makalehi.
Ketiadaan sarana prasarana pendukung bagi wisatawan, baik
domestik maupun mancanegara, untuk mencapai dan menjelajahi Pulau Makalehi
menjadi kendala utama pengenalan potensi keindahan yang dimiliki pulau
tersebut. Bahkan informasi tentang keberadaan potensi wisata yang dimilikinya
bisa dibilang tidak pernah terdengar.
Bagi Anda yang Ingin merasakan misteri berbalut keindahan Makalehi, silahkan berkunjung ke SITARO bersama jejeran pulau-pulau di rangkaian Nusa Utara.
16. Pantai Manupitaeng SitaroBagi Anda yang Ingin merasakan misteri berbalut keindahan Makalehi, silahkan berkunjung ke SITARO bersama jejeran pulau-pulau di rangkaian Nusa Utara.
17.
Under Water Vulcanologi at
Mahangetang Island
|
Di antara banyak gunung berapi
terdapat dua gunung yang berada di perairan cukup dangkal. Salah satunya di
Pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Banua Wuhu, demikian masyarakat setempat menyebut gunung itu, berada hanya 300 meter dari sisi barat daya Pulau Mahengetang. Titik kepundan gunung ditandai oleh keluarnya gelembung di antara bebatuan pada kedalaman 8 meter. Suhu air rata-rata di sana 37-38 derajat celcius. Di sejumlah lubang, keluar air panas yang tampaknya mampu membuat tangan telanjang melepuh bila coba-coba merogoh ke dalamnya.
Banua Wuhu, demikian masyarakat setempat menyebut gunung itu, berada hanya 300 meter dari sisi barat daya Pulau Mahengetang. Titik kepundan gunung ditandai oleh keluarnya gelembung di antara bebatuan pada kedalaman 8 meter. Suhu air rata-rata di sana 37-38 derajat celcius. Di sejumlah lubang, keluar air panas yang tampaknya mampu membuat tangan telanjang melepuh bila coba-coba merogoh ke dalamnya.
Kehidupan biota laut juga tak kalah
menarik, koloni terumbu karang yang rapat dan sehat terhampar di kedalaman 10
hingga 20 meter.
Konon terdapat lorong bawah laut yang tembus dua arah. Masyarakat setempat menyelenggarakan upacara Tulude setiap akhir Januari. Dua minggu sebelum ritual tersebut, seorang tetua adat akan menyelam dengan membawa piring putih berisi emas ke lorong tersebut sebagai persembahan agar Banua Wuhu tidak murka. (Lasti Kurnia)
Konon terdapat lorong bawah laut yang tembus dua arah. Masyarakat setempat menyelenggarakan upacara Tulude setiap akhir Januari. Dua minggu sebelum ritual tersebut, seorang tetua adat akan menyelam dengan membawa piring putih berisi emas ke lorong tersebut sebagai persembahan agar Banua Wuhu tidak murka. (Lasti Kurnia)
Pantai Pananualeng
Lokasi
|
:
|
Desa Pananualeng
|
|
|
|
Kecamatan Tabukan Tengah
|
|
Objek
|
:
|
Pantai Pasir Putih
|
|
Pantai Pananualeng merupakan salah satu objek wisata
pantai pasir putih yang sangat indah
|
Air Terjun Kadadima
Lokasi
|
:
|
Desa Laine Kecamatan Manganitu Selatan
|
Objek
|
:
|
Air Terjun Kadadima
|
Dinamakan air terjun
Kadadima adalah sebutan pengganti dari 3 (tiga) nama air terjun pada alur
sungai masing – masing air terjun nahepese, elong dan matei.
Nahepese ; terjepit ; karena air terjunnya nampak
sempit.
Elong ; Biru ; karena warna airnya pada kubangan (danau alam ) yang berkedalaman ± 14 meter dengan lebar permukaan bergaris tengah ± 35 meter airnya berwarna biru ibarat samudra mini diatas pegunungan. Matei Tegak ; karena airnya tegak lurus sehingga air sungai ibarat jatuh dari langit. Air terjun Elong dan Matei banyak dikunjungi masyarakat karena keindahan keunikan air terjun serta panorama alam sekitarnya dengan kesejukan udara pegunungan seakan merayu setiap pengunjung untuk bertahan lama berlalu lalang di sana. Air terjun Kadadima masuk wilayah desa Laine dapat ditempuh dengan kendaraan darat dari Tahuna ± 2 jam dan dari Pelabuhan Fery Pananaru ± 25 menit sedang dari desa Laine menuju kearah Timur berjalan kaki ± 45 menit. |
Air Terjun Nguralawo
Lokasi
|
:
|
Desa Binala Kecamatan Tamako
|
Objek
|
:
|
Air Terjun Nguralawo
|
Air terjun jaraknya 6
Km dari pusat Kota Tamako. Menurut legenda dinamakan Nguralawo karena zaman
dulu air terjun ini terjadi tempat pemandian para bidadari (putri kayangan ).
|
Pemandangan Kota Tahuna
Lokasi
|
:
|
Kampung Lenganeng Kecamatan Tabukan Utara
|
|
|
|
|
|||
|
||||
Objek
|
:
|
Pemandangan Teluk Tahuna
|
||
Teluk Tahuna merupakan salah satu objek wisata yang sangat
indah dilihat dari Desa Lenganeng
|
||||
|
||||
Sarang Burung Walet Kalama
Lokasi
|
:
|
Desa Kalama Kecamatan Tatoareng
|
|
|
|
||
Objek
|
:
|
Gua Walet
|
|
Hasil panen sarang burung walet di Pulau Kalama, dan Pulau
Kahakitang dilelang secara terbuka oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepl.
Sangihe
|
Terumbu Karang Sowang Kahakitang
|
Lokasi
|
:
|
Kahakitang Kecamatan Tatoareng
|
|
Objek
|
:
|
Terumbu Karantg
|
||
Pantai Sowang Kahakitang merupakan salah satu objek wisata
pantai khususnya terumbu karang yang sangat indah
|
Pantai Embuhanga
|
Lokasi
|
:
|
Kecamatan Tabukan Utara
|
|
Objek
|
:
|
Wisata Pantai
|
Pantai Embuhanga merupakan salah satu objek wisata pantai
yang sangat indah, dengan pasir putih dan kondisi alam yang masih asli ...
|
Pantai Pulau Kemboleng
|
Lokasi
|
:
|
Pulau Kemboleng Kec. Marore
|
||
Objek
|
:
|
Wisata Pantai
|
|||
Pantai Pulau Kemboleng merupakan salah satu objek wisata
pantai yang sangat indah, dengan pasir putih dan kondisi alam yang masih
sanget asli
|
|||||
|
||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||
Flora dan Fauna Gunung
Sahendarumang by Wesley Pangimangen
|
||||||||||||||||||||||
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar