Laman

Selasa, 29 Mei 2012


1. Taman Nasional Bunaken


Taman Nasional Bunaken ditetapkan oleh Pemerintah dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 24 Desember 1991 dan merupakan kawasan konservasi perairan dengan luas 79.065 ha yang terdiri dari dua bagian terpisah yaitu bagian Utara meliputi lima pulau masing-masing Pulau Bunaken, Siladen, Manado Tua, Mantehage dan Pulau Nain, serta wilayah pesisir Desa Molas, Desa Meras, Tongkaina dan Tiwoho. Bagian selatan meliputi pesisir desa-desa yaitu Desa Popo, Teling, Kumu, Pinasungkulan, Rap-rap, Sondaken, Wawontulap dan Poperang. Taman Nasional Bunaken yang merupakan kawasan konservasi ini memiliki keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang sangat tinggi dan terdapat tiga ekosistem utama perairan tropis Indonesia, yaitu : Terumbu Karang, Hutan Bakau dan Padang Lamun. Objek wisata ini dapat ditempuh ±25 menit dari Pelabuhan Manado dengan menggunakan kapal boat atau Blue Banter.
2. Taman Purbakala Sawangan

"Waruga" kuburan batu (sarcophagus) dari nenek moyang orang Minahasa, sejak jaman Megalitikum. Kuburan-kuburan batu yang dibangun berisi badan (tubuh) dalam posisi duduk dan memiliki nilai filosofi. Pra Kristen percaya bahwa bayi yang lahir dalam posisi duduk dalam kandungan ibu, dan posisi duduk ini ia harus abadi. Diatas kuburan itu ada batu yang berbentuk kepala, menggambarkan hobi, sifat atau pekerjaan, wanita yang melahirkan, pemburu-pemburu, anak-anak dan lain-lain. Berlokasi di Desa Sawangan, daerah Airmadidi 24 Km dari Kota Manado dapat dicapai dengan transportasi umum (± 30 menit). Waruga di Minahasa dapat ditemukan di beberapa tempat seperti Airmadidi, Tomohon dan Tara-Tara.
3. Bukit Kasih

Terletak di areal desa Kanonang, Kawangkoan. Bukit Kasih adalah salah satu cara untuk menghargai Tuhan melalui ciptaan-Nya. Bukit Kasih adalah pusat spiritual dimana penganut agama dari berbagai kepercayaan berkumpul, bermeditasi, dan beribadah, terletak di pangkuan perbukitan tropis yang subur dan berkabut. Berlokasi 55 kilometer dari kota Manado, Bukit Kasih menyambut wisatawan lokal dan mancanegara untuk beribadah sesuai kepercayaan mereka, Muslim, Kristen, Hindu, Budha atau kepercayaan lainnya. Satu-satunya tempat di dunia ini untuk semua orang yang mencari kedamaian  dan  kebenaran   spiritual.
Keterbukaan, keheningan, batu tinggi yang tidak tersentuh, dan alam yang indah. Diselimuti oleh tumbuhan hijau dan tumbuhan tropis, merupakan perjanjian tangan Allah yang sejati. Monumen ini didirikan untuk menunjukkan prinsip dasar timbal – balik, kasih dan cinta diantara para penganut kepercayaan yang ada di Sulawesi Utara. Berdasarkan legenda dari suku Minahasa, Bukit Kasih adalah tempat meninggalnya nenek moyang Minahasa : Toar dan Lumimuut. Tempat wisata ini dapat ditempuh ± 1 jam dari Kota Manado dengan sarana darat.
4. Danau Tondano

Danau indah dengan keliling daerah pegunungan yang rata-rata mempunyai ketinggian 700 M sehingga bentuknya menyerupai sarang burung, dimana banyak orang datang untuk berwisata menikmati udara pegunungan yang sejuk. Ditengah danau terdapat sebuah pulau kecil yang dinamakan Pulau Likri. Banyak desa mengelilingi danau ini seperti Eris, Kakas dan Remboken. Keindahannya dapat dinikmati setiap hari. Objek wisata ini dapat ditempuh ± 30 menit dari Kota Manado dengan sarana darat.
5. Rumah Tradisional Adat Minahasa

Disebut dengan istilah wale atau bale, yaitu rumah/ tempat melakukan akivitas untuk hidup keluarga. Adapula “sabuwa” yaitu rumah kecil untuk tempat beristirahat, berlindung sewaktu hujan, memasak ataupun tempat menyimpan hasil panen sebelum dijual. Ciri utama rumah tradisional ini berupa "Rumah Panggung" dengan 16 sampai 18 tiang penyangga. Beberapa abad lalu terdapat rumah tradisional keluarga  besar  yang  didiami  oleh   6  sampai  9 keluarga. Masing-masing keluarga merupakan rumah tangga tersendiri dan mempunyai dapur atau mengurus ekonomi rumah tangga sendiri. Saat ini jarang ditemui rumah adat besar seperti ini. Pada umumnya susunan rumah terdiri atas emperan (setup), ruang tamu (leloangan), ruang tengah (pores) dan kamar-kamar. Ruang paling depan (setup) berfungsi untuk menerima tamu terutama bila diadakan upacara keluarga, juga tempat makan tamu. Bagian belakang rumah terdapat balai-balai yang berfungsi sebagai tempat menyimpan alat dapur dan alat makan, serta tempat mencuci. Bagian atas rumah/loteng (soldor) berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil panen seperti jagung, padi dan hasil  lainnya. Bagian bawah rumah (kolong) biasanya digunakan untuk gudang tempat menyimpan papan, balok, kayu, alat pertanian, gerobak dan hewan rumah seperti anjing. Untuk melihat rumah tradisional adat Minahasa ini, dapat ditemukan pada desa-desa di Minahasa yang umumnya sebagian rumah masih berupa rumah panggung tradisional. Akan tetapi kebanyakan telah mengalami perubahan bentuk, sesuai dengan kebutuhan pemiliknya.
6. Makam Pahlawan Tuanku Imam Bonjol

Imam Bonjol dengan nama asli Peto Syarif, dilahirkan pada tahun 1772 di kampung Tanjung Bunga, Alahan Panjang, Pasaman, Minangkabau. Selesai menuntut pelajaran di kota Tuo, Aceh dan Kamang tahun 1807, Peto Syarif mendirikan benteng, alahan panjang yang digunakan sebagai pusat kegiatan "Gerakan Padri". Benteng ini yang terkuat di Minangkabau, sehingga dapat bertahan dari kepungan Belanda selama 15 tahun. Perang Padri mulai terjadi tahun 1821 antara Belanda (Hindia Belanda) dengan laskar Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Tahun 1824 Belanda telah menguasai Luhuk Agam, Tanah Datar, dan lima puluh kota yang semakin melebar hingga tahaun 1332 hampir menguasai seluruh Minangkabau, kecuali Bonjol.
Perlawanan Tuanku Imam Bonjol demikian gigih, sehingga pimpinan tertinggi Hindia Belanda pada saat itu, Van Den Bosch tahun 1833 langsung memimpin pertempuran. Bonjol dapat ditaklukkan Belanda pada 16 Agustus 1837, namun Tuanku Imam Bonjol bersama pengikutnya dapat meloloskan diri dan melanjutkan perlawanan.  Pada usia 65 tahun, tepatnya  tanggal  28  Oktober 1838, Tuanku Imam Bonjol diundang pihak Belanda untuk berunding di Palupuh. Rupanya perundingan tersebut hanyalah tipu daya (perangkap), karena beliau langsung ditangkap dan dipenjara di Bukit Tinggi. Untuk menghindari penyerangan, Belanda memindahkan tempat pengasingan beliau ke Padang Cianjur, Ambon dan terakhir ke Manado pada tanggal 19  Januari 1839.
Ditempat pengasingannya, di desa Lotak di pinggiran selatan Manado (kini dalam wilayah kecamatan Pineleng) Kabupaten Minahasa, Tuanku Imam Bonjol wafat dalam usia 92 tahun. Upacara pemakaman beliau mendapat perhatian besar dari masyarakat dan pembesar Hindia Belanda setempat. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Hindia Belanda tetap menghormati beliau sebagai salah seorang pemimpin/pejuang besar.
7. Makam Pahlawan Kyai Modjo

Kyai Modjo adalah kawan seperjuangan Pangeran Diponegoro dan seorang panglima perang sekaligus Kepala Agama (Kyai) dalam perang Diponegoro (1825-1830). Selama  perang  tersebut berkali-kali Kyai Modjo dibujuk Hindia Belanda untuk berdamai dengan imbalan kedudukan dan jabatan. Namun hal ini di tolak beliau karena tekadnya untuk mengusir Belanda dari bumi Nusantara.
Tahun 1828 Belanda berhasil menawan Kyai Modjo, melalui tipu muslihat. Dan setahun kemudian (1829), beserta 62 orang pengikutnya (semua laki-laki) diasingkan dari Batavia ke Tondano, Kabupaten Minahasa. Dalam usia sekitar 75 tahun, tepatnya bulan Nopember 1848, Kyai Modjo wafat. Beliau dimakamkan di desa Woloan Kecamatan Tondano yang terletak diatas bukit, berjarak kira-kira 1 km dari abatas kota Tondano, ibukota Kabupaten Minahasa.
Peninggalan Kyai Modjo dan para pengikutnya adalah adanya perkampungan Jawa sampai sekarang yang dikenal dengan kampung Jawa Tondano (Jaton). Masyarakatnya merupakan asimilasi antara wanita Minahasa anak suku Tondano dengan para pengikut Kyai Modjo yang ikut diasingkan. Sekitar tahun 1923 Pemerintah Belanda memindahkan sebagian penduduk Kampung Jawa Tondano ke Gorontalo, sehingga saat ini di Kabupaten Gorontalo terdapat perkampungan Jawa asal Minahasa (Jawa Tondano). Perkampungan tersebut telah berkembang menjadi kampung Reksonegoro dan kampung Yosonegoro.

8. Klenteng Ban Hin Kiong

Tempat ini merupakan kelenteng pusat bagi umat Budha untuk beribadah. Bila anda sedang berada di Manado dua minggu setelah bulan kamariah, maka anda akan menyaksikan parade tradisional Cina yang menampilkan berbagai macam atraksi. Kelenteng Ban Hin Kiong terletak di Jl. Panjaitan Manado.

9.  Gua Jepang

Bukit gua sepanjang jalan antara Kiawa dan Kawangkoan di sebuah Desa kira-kira 45 Km dari Manado. Gua ini dibangun oleh Jepang selama perang dunia kedua yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan makanan.


10. Tarsius Spectra (Ingkir)

Tarsius atau dalam bahasa Indonesia disebut Ingkir adalah salah satu satwa langka yang saat ini dilindungi. Bentuknya mirip dengan kera, tetapi  dengan ukuran tubuh yang jauh lebih kecil, lebih kurang 10 cm atau sekepalan tangan  manusia. Panjang ekornya sekitar 20 cm dan berat Tarsius dewasa sekitar 300 gram. Binatang ini termasuk mamalia primata dan tergolong binatang malam, yang keluar pada senja hari. Karena itu Tarsius  memiliki sepasang mata berukuran agak besar, seperti burung hantu. Penglihatan binatang ini sangat tajam dan matanya dapat mengincar mangsa dalam gelap. Penciuman tarsius berdaya lemah, akan tetapi diimbangi oleh pendengarannya yang cukup baik. Selain itu lehernya lentur sekali dan dapat berputar 180 derajat. Dalam menangkap mangsa tarsius dapat melompat dengan gerakan akrobatik setinggi 5 meter. Cengkeramannya sangat kuat dan gigi-giginya tajam bagai pisau cukur sehingga dapat merobek mangsa di udara. Sifat satwa ini monogamis (berpasangan tetap). Biasanya menetap pada lubang yang dibuat di batang pohon yang tinggi dan dihuni oleh sepasang "suami istri" Tarsius bersama anak-anaknya. Setahun sekali Tarsius betina hamil selama enam bulan dan melahirkan bayi yang beratnya sekitar 100 gram. Menurut laporan Prof. J.H. Van Balen, pada awal abad ini satwa sejenis Tarsius juga ditemukan di Kalimantan, Bengkulu, Bangka Dan Belitung. Sedangkan di Sulawesi Utara saat ini Tarsius dapat dijumpai di cagar alam Tangkoko (Bitung) Dan taman Nasional Wallace Dumoga (Bolaang Mongondow). Ditempat tersebut Tarsius diusahakan ditangkarkan dalam habitat aslinya dalam usaha meningkatkan populasinya. Binatang mamalia ini dapat ditemui dalam waktu ± 1 jam dari Kota Manado.
11. Gunung Lokon dan Mahawu

Kedua gunung ini masing-masing Lokon mempunyai ketinggian 1.580 m dan Mahawu mempunyai 1.311 m. keduanya mempunyai danau kawah yang amat indah. Diantara keduanya Lokon yang lebih indah. Pendakian ke puncak dilakukan oleh pendaki dalam kondisi yang layak. Letak kawah panas 600 m dari puncak gunung dan danau kawah 60 m dalamnya. Waktu yang paling baik perjalanan pendakian mulai dari Kakaskasen pukul 07.00 pagi dan hal ini memungkunkan melakukan perjalanan ke kawah saat pagi hari dalam cuaca yang masih dingin dan sejuk
12. Gunung Klabat

Gunung tertinggi yang ada di Sulawesi Utara (2,020 meter), dapat didaki dalam waktu 5-6 jam untuk sampai ke puncak dari jalan setapak dekat Polsek Airmadidi. Saat terbaik untuk mendakinya adalah pada saat bulan purnama, sembari menunggu matahari terbit di pagi hari. Anda akan melihat pemandangan danau Tondano yang berada di daerah Minahasa.

13. KEINDAHAN PANTAI PASIR PUTIH PULAU MAHORO

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro adalah salah satu Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sangihe yang berada di Propinsi Sulawesi Utara dan resmi menjadi Kabupaten pada tanggal 23 Mei 2007.

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro atau yang lebih dikenal dengan SITARO, Berjarak Sekitar 146 km dari Ibukota Provinsi Sulawesi Utara "MANADO" yang terletak antara 2’07’48’’36’’ Lintang Utara dan 125’09’36 – 125’29’24’’ Bujur Timur, Terdiri atas 10 Kecamatan Dengan Luas Wilayah 275,95 km2 dengan Ibukota ONDONG yang berada di Wilayah Kecamatan Siau Barat.
 
Potensi pariwisata yang ada di Sitaro cukup menjanjikan. Salah satunya adalah pulau yang tidak berpenghuni yaitu Pulau Mahoro yang terletak pada koordinat 2°45' 56" LU 125° 24' 13" BT di kumpulan pulau-pulau kecil dalam kluster Buhias yang merupakan rangkaian beberapa pulau yang seolah tercampakan di lautan yang mengepungnya dan termasuk pada wilayah Kampung Tapile Kecamatan Siau Timur Selatan. Keunikan keindahan alamnya berupa hamparan laut dan terumbu karang yang masih asli dan utuh. Di Pulau ini terdapat sarang burung wallet dan bekas benteng Portugis.
Perjalanan ke Pulau Mahoro dapat dijangkau dengan menggunakan speed boat atau dengan perahu nelayan bermesin katinting. Dengan jarak jangkau ± 9,5 Mil dari pelabuhan Ulu Siau, maka waktu yang ditempuh hanya 15 – 45 menit pada saat laut tidak bergelombang sedangkan jika laut bergelombang waktu yang ditempuh ± 2 jam.
 
Di bagian barat pulau ini terdapat goa yang menjadi sarang burung walet yang hanya bisa dimasuki pada saat air surut sedangkan pada saat air pasang mulut goa ini tertutup oleh air laut. Pada bagian selatan terdapat bentangan pasir putih nan menawan menambah eksotisnya panorama Pulau Mahoro yang luasnya ± 7 km2 dan hanya dihuni oleh beberapa jenis burung diantaranya burung walet dan maleo juga ada kalelawar yang mendiami tebing-tebing. 

Pulau Mahoro memang sebuah nirwana. Tempat bermanja yang jauh dari kebisingan dan polusi. Disana hanya ada suara angin dan deru ombak. Yang ada hanya nyiur melambai memberi keteduhan dan pasir putih nan halus sebagai tikar alam tempat bermanja. Pulau Mahoro menggoda untuk didatangi kembali. Tapi semoga, dia tidak datangi oleh keserakahan budaya modern manusia. Biarlah Pulau Mahoro dan pulau-pulau “virgin” lainnya tetap menjadi surga dari warisan alam indonesia dan kaya ini. Kita boleh mengeksplorenya, tapi dengan konsep keseimbangan alam.
Kawasan pulau ini layak menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro untuk pengembangan kawasan wisata pantai, lokasi diving, snorkling dan fishing sport dan cocok untuk pembangunan cottage.

14. Objek Wisata Air Panas Lehi

Jika anda berkunjung ke Pulau Siau, sempatkan diri ke Kampung Lehi. Dari Ondong (Ibukota Kabupaten Siau Tagulandang Biaro) jaraknya 3 km  dan dapat ditempuh selama kurang dari 20 menit .
Di Lehi terdapat air panas yang merupakan salah satu hasil karya Gunung Karangetang. Berbeda dengan air panas di daerah lain, Air Panas Lehi merupakan hasil pertemuan antara sumber air panas dari Gunung Api Karangetang dengan air laut. Yang mengeluarkan uap panas adalah air laut di pinggiran Pantai Temboko. Sungguh merupakan suatu sajian alam yang indah.
Di sela-sela pecahan ombak di bebatuan, anda akan menikmati air yang lumayan panas. Jadi jangan berharap di pinggiran pantai ini ada ikannya. Karena ikan yang berani berenang ke tepi pantai, langsung mati karena airnya yang panas. Telur saja dapat masak. Silahkan mengambil posisi diantara terjalnya tebing-tebing yang seolah memagarinya. Dan nikmati airnya yang berwarna hijau. Ditambah dengan buaian angin laut, layangkan pandangan anda ke Pulau Makalehi di depannya. Dan jika anda punya nyali, silahkan terjun ke pantainya untuk merasakan “sauna alam.”
Seperti lokasi wisata alam lainnya, saat ini Pemkab Sitaro sedang menggarap Objek Wisata Air Panas Kampung Lehi dengan memperbaiki dan membangun tempat-tempat santai bagi pengunjung dan bahkan telah membangun beberapa kamar mandi tempat para pengunjung berbilas sesudah berendam di air laut yang lumayan panas. Sumur tempat berendampun sudah mulai diperbaiki.

15. Objek Wisata di Pulau Makalehi

Pulau Makalehi
Pulau Makalehi ada sebuah pulau yang berada di bagian barat dan merupakan pulau terluar di Sulawesi Utara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan koordinat 2°44′15″LU,125°9′28″BT yang letaknya di Laut Sulawesi yang berbatasan langsung dengan Negara Philipina dan merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (SITARO) dengan Luas wilayahnya 420 Ha, lahan pertanian/perkebunan 380 Ha, hutan lindung 2 Ha dan danau seluas 8 Ha. Pulau ini dihuni oleh 1425 jiwa dengan 415 Kepala Keluarga yang mayoritas mata pencaharian adalah sebagai nelayan. Pulau Makalehi juga mempunyai keanekaragaman hayati laut yang tinggi seperti terumbu karang, mangrove, padang lamun dan ikan-ikan karang.
Pulau Makalehi terletak diantara Gunung Api Karangetang di Pulau Siau dan Gunung Api Ruang di gugusan Pulau Tagulandang. Letak Pulau Makalehi berada di sebelah barat kedua pulau tersebut. Diapit oleh dua gunung aktif yang berada di alur Sirkum Pasifik membuat kondisi permukaan tanahnya labil dan rawan gempa bumi.

Untuk mencapai pulau Makalehi dari Pelabuhan Manado dapat menumpang dengan Kapal Motor (berangkat sore hari jam 18.00 Wita) dengan waktu tempuh 6 jam perjalanan atau dengan Kapal Cepat (berangkat pagi hari jam 10.00 Wita) dengan waktu tempuh sampai di Pelabuhan Ulu SIau (Kec. Siau Timur) adalah 3 jam. Dari Pelabuhan Ulu Siau (Kec. Siau Timur), dapat melanjutkan perjalanan ke Kec. Siau Barat dengan menggunakan mobil atau motor darat selama 1/2 jam. dan sesudah itu Dari Kec. Siau Barat dapat menaiki perahu motor dengan menempuh jarak sekitar 14 mil laut dan ditempuh dengan waktu 1 - 2 jam perjalanan.

Danau Makalehi
Pulau nan eksotis ini juga menyimpan sebuah pesona, seperti Danau Makalehi yang terletak di tengah-tengah pulau dan berada di ketinggian. Demikian pula sajian alam bawah lautnya. Menurut pengakuan beberapa orang yang pernah mengekprorasi apa yang tersaji di bawah laut Makalehi bahkan lebih indah dari Bunaken. Namun, sangat disayangkan Potensi Wisata yang dimiliki Pulau ini belum tergarap secara maksimal.



TENGKORAK DI SITARO: Penjaga Mitos di Pulau Makalehi
oleh : Ronny A. Buol (2007)
Kumpulan Tengkorak

Ternyata.... di pulau ini terdapat sekumpulan tengkorak yang diselimuti misteri. Misteri, karena sejak diketahui keberadaannya sampai dengan saat sekarang, tidak ada seorang pun penduduk Makalehi yang mengetahui asal-muasal tengkorak tersebut. Yang mereka tahu, begitu kehidupan beradab hadir di Makalehi, tengkorak itu telah ada di sana. Letaknya di atas bukit, di salah satu sisi pulau, berada di dalam goa kecil. 
Misteri yang ini telah menjadi mitos belum pernah ada seorang pun yang berhasil mengabadikan tengkorak tersebut, baik melalui foto maupun video. Telah banyak orang yang datang ke Makalehi mencoba untuk memotret, tapi semuanya gagal. Jangankan dibawa ke tempat cetak foto, sampai di kampung saja belum pernah ada yang berhasil menyimpan gambarnya.

Pernah dialami oleh salah seorang Babinsa tadi, yang mencoba mengabadikan tengkorak-tengkorak tersebut. Agar supaya dapat pembanding yang logis, dia sengaja mengajak anak-anak sekolah menemaninya ke lokasi. Dengan bermodal HP kamera bermerk keluaran anyar, dia mencoba memotret kumpulan tengkorak tersebut. Dan ini merupakan usaha yang kesekian kalinya. Berhasil, gambar tengkorak muncul di display HP-nya. Kemudian dia meminta anak-anak sekolah itu berdiri di dekat tengkorak tersebut, dan memotretnya. Berhasil pula. Mereka lalu kembali ke perkampungan.

Namun, seperti misteri yang menyelimuti tengkorak itu selama ini, keanehan itu kembali terjadi. Foto-foto tengkorak lenyap dari memori HP. Terhapus? Mungkin itu jawaban teknis yang dapat diajukan. Tapi, tunggu dulu. Mengapa gambar anak-anak sekolah itu ada, tidak ikut terhapus bersama tengkoraknya.

Kumpulan Tengkorak
Ya, ini merupakan kumpulan tengkorak. Bahkan bukan cuma itu, ini merupakan kumpulan tulang-belulang manusia lengkap. Dari tulang jari sampai gigi. Menurut cerita masyarakat setempat, tengkorak ini berjumlah 8 buah, tetapi yang ada di goa ini hanya 7. Kata mereka, yang satunya berukuran sangat raksasa, dan hanya pada waktu-waktu tertentu muncul. Kumpulan tulang-belulang ini tertata berjejer di atas sebuah kayu yang dilubangi.

Lagi, menurut cerita masyarakat di sana, kayu tersebut adalah perahu. Memang masih terlihat bentuk perahunya, walau sebagian sudah hancur. Terdapat pula sebuah teko, beberapa cangkir dan mangkuk. Yang ini sudah tidak asli, karena menurut Kapitalau, yang asli telah hilang, sehingga mereka menggantinya dengan yang ada sekarang. Teko dan mangkuk tersebut, juga asbak merupakan tempat bagi penduduk untuk memberi kumpulan tengkorak itu minum dan merokok.

Minum "Cap Tikus" dan Merokok
Pala (kepala dusun) yang merupakan guide kami, berkomat-kamit dalam bahasa lokal yang saya tidak mengerti. Lalu dia meminta Rokok pada kakak saya, menyulutnya dan menaruhnya ke mulut tengkorak tersebut. Satu tengkorak satu batang. Katanya, mereka harus diberi rokok dan minuman "cap tikus" (sejenis minuman beralkohol tinggi hasil penyulingan cairan pohon aren). Misteri berikutnya terjadi lagi. Rokok yang ditaruh di mulut tengkorak itu habis seperti benar-benar dihisap. Padahal disulut bersamaan dengan rokok kakak saya. Rokok kakak saya yang perokok berat malah belakangan habis. Mungkin tertiup angin?... mungkin saja. Tapi bagaimana dengan minuman cap tikus yang juga habis perlahan-lahan itu?

Potret dan Record
Setelah ritual selesai, kini giliran saya mengerjakan tugas. Mengabadikan. Nah, ini dia yang berat. Saya terbebani dengan mitos yang selama ini menyelimuti kumpulan tulang-belulang ini. Gugup! Lalu saya mencoba untuk menenangkan diri dengan mengobrol sambil menarik nafas panjang. Antara yakin dan tidak. Perlengkapan yang saya bawa, Camera DSLR Olmypus E500, Camera Saku Digital Samsung Digimax A503, serta Camera Video Sony E48 dan Sony E46. Saya meminta kakak mengganti baterai Samsung Digimax A503. Saya mau memotret dengan kamera itu karena Camera DSLR Olympus telah saya gunakan selama di Tagulandang, dan memori cardnya telah berisi ratusan foto dari Tagulandang dan belum pernah sekalipun di backup. Demikian pula saya meminta dia mengganti pita kaset mini dv baru di Camera Video. Untuk jaga-jaga, jangan sampai kerja keras kami selama di Tagulandang terhapus sia-sia.

Kakak saya memegang Camera Video dan saya pegang Camera Samsung Digimax. Lalu kami show on. Saya menekan tombol power. Hidup. Mengambil posisi untuk mendapat angel, ready, komposisi sudah teratur pada display dan saya menekan shutter. Bleshh, kamera saya mati. Padahal baterainya baru diganti, alkaline lagi. Saya agak terkejut dan gugup, yang membuat mata orang-orang memandangi saya. Kakak saya menghentikan pengambilan gambarnya. Saya mencoba menghidupkan kembali kamera saya, tapi tidak berhasil. Namun pada saat itu juga keberanian saya muncul.

Mitos Terpatahkan
Saya meminta kakak saya mengganti Cameranya dengan Sony E46 dan mengambil kembali gambar. Dan, sebuah langkah sangat berani saya lakukan, mengganti kamera saya dengan DSLR Olympus E500, kamera utama saya. Kakak saya mengernyitkan dahinya. Ya, resiko kehilangan ratusan foto dari Tagulandang. Saya mengambil resiko itu. Menyalakan tombol power, mengatur beberapa parameter, menghidupkan lampu flash. Dan mulai memotret. Kali ini
kamera saya tidak mati. Saya terus membidik. Tidak mudah mengambil angle dan mengatur komposisi, karena goa itu sangat sempit. Setelah merasa cukup. Saya mengistirahatkan kamera. Lalu kami meninggalkan lokasi. Saya sengaja tidak melihat ke display saat memotret tadi, cukup melalui viewfinder. Dan sewaktu dalam perjalanan pulang saya tidak mem-play-nya, walau rombongan kami mendesaknya. Penasaran itu tetap saya simpan. Apakah saya berhasil mengabadikan “misteri” tadi? Kami menuruni bukit, dan saya masih memotret banyak obyek.

Menjelang sore, dengan menumpang Speed Boat Kayu kami bertolak balik ke Pehe Pulau Siau. Kali ini ombaknya lebih ganas. Kakak saya sangat ketakutan. Kami tiba di Pehe menjelang malam. Dengan sepeda motor kami kembali ke rumah di Kapeta; istirahat sejenak, mandi, mengaso sambil minum kopi. Kemudian setelah merasa cukup, saya mengambil kamera dan membersihkannya. Menekan tombol on, mem-play, dan gambar-gambar tengkorak itu masih ada di memory card. Cepat-cepat saya mengambil kabel transfer, lalu mentransfer foto-foto itu ke hard disk. Menyimpannya dan mencoba mencetaknya.


Dan yup. Berhasil!. Minggu depannya saya mencetak di lab foto yang ada di Manado. Mitos itu telah terpatahkan: SAYA BERHASIL MENGABADIKANNYA. Gambar tengkorak-tengkorak itu terabadikan seperti yang Anda dapat lihat di halaman artikel ini. Hasil jepretan itupun telah pula
diikutkan dalam berbagai pameran bersama dengan gambar videonya. Dan sayalah orang pertama yang berhasil memotretnya, seperti yang diakui oleh penduduk Pulau Makalehi.
Mitos yang Tersisa
Satu lagi mitos yang menyelimuti kumpulan tengkorak itu adalah keyakinan penduduk setempat akan amukan alam lokal jika ada yang sengaja mengutak-atik kumpulan tengkorak tersebut. Menurut mereka, jika salah satu dari tulang belulang tersebut digeser sedikit saja dari posisinya, maka angin barat lokal akan bertiup sangat kencang, walau cuaca pada saat itu cerah. Dan jika sudah demikian, hanya satu orang yang bisa mengembalikan posisi tulang yang
bergeser tersebut, seorang Nenek. Ajaibnya, dia tidak perlu ke goa tersebut, cukup mengembalikan posisi tulang tersebut dari rumahnya. Sebenarnya saya mau meminta ijin untuk meminjam salah satu dari tulang tengkorak tersebut, tapi saya ingat saya mau balik sore itu ke Pehe, ya takut juga kalau-kalau angin barat bertiup, bisa-bisa kami ditelan ombak.
Masih menurut mereka, telah banyak juga upaya coba-coba dari beberapa orang yang nekat mengambil tulang-belulang tersebut. Namun setiap kali dibawa, tulang-tulang tersebut kembali ke tempatnya semula. Pernah seorang warga negara Belanda, mencoba membawa semua tulang-belulang tersebut. Dia mengisinya di peti, tetapi begitu dia keluar dari Pulau Makalehi tulang-tulang tersebut telah kembali ke tempatnya semula dalam posisi seperti tidak pernah diutak-atik. 
Kumpulan tengkorak itu hanyalah salah satu dari
sekian obyek menarik di Pulau Makalehi.

Ketiadaan sarana prasarana pendukung bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, untuk mencapai dan menjelajahi Pulau Makalehi menjadi kendala utama pengenalan potensi keindahan yang dimiliki pulau tersebut. Bahkan informasi tentang keberadaan potensi wisata yang dimilikinya bisa dibilang tidak pernah terdengar.

Bagi Anda yang Ingin merasakan misteri berbalut keindahan Makalehi, silahkan berkunjung ke SITARO bersama jejeran pulau-pulau di rangkaian Nusa Utara.
16. Pantai Manupitaeng Sitaro


17.
Under Water Vulcanologi at Mahangetang Island
Di antara banyak gunung berapi terdapat dua gunung yang berada di perairan cukup dangkal. Salah satunya di Pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Banua Wuhu, demikian masyarakat setempat menyebut gunung itu, berada hanya 300 meter dari sisi barat daya Pulau Mahengetang. Titik kepundan gunung ditandai oleh keluarnya gelembung di antara bebatuan pada kedalaman 8 meter. Suhu air rata-rata di sana 37-38 derajat celcius. Di sejumlah lubang, keluar air panas yang tampaknya mampu membuat tangan telanjang melepuh bila coba-coba merogoh ke dalamnya.


Kehidupan biota laut juga tak kalah menarik, koloni terumbu karang yang rapat dan sehat terhampar di kedalaman 10 hingga 20 meter.
Konon terdapat lorong bawah laut yang tembus dua arah. Masyarakat setempat menyelenggarakan upacara Tulude setiap akhir Januari. Dua minggu sebelum ritual tersebut, seorang tetua adat akan menyelam dengan membawa piring putih berisi emas ke lorong tersebut sebagai persembahan agar Banua Wuhu tidak murka. (Lasti Kurnia)
Pantai Pananualeng
Lokasi
:
Desa Pananualeng


Kecamatan Tabukan Tengah
Objek
:
Pantai Pasir Putih
Pantai Pananualeng merupakan salah satu objek wisata pantai pasir putih yang sangat indah
Air Terjun Kadadima
Lokasi
:
Desa Laine Kecamatan Manganitu Selatan
Objek
:
Air Terjun Kadadima
Dinamakan air terjun Kadadima adalah sebutan pengganti dari 3 (tiga) nama air terjun pada alur sungai masing – masing air terjun nahepese, elong dan matei.
Nahepese ; terjepit ; karena air terjunnya nampak sempit.
Elong
; Biru ; karena warna airnya pada kubangan (danau alam ) yang berkedalaman
± 14 meter dengan lebar permukaan bergaris tengah ± 35 meter airnya berwarna biru ibarat samudra mini diatas pegunungan.
Matei Tegak ; karena airnya tegak lurus sehingga air sungai ibarat jatuh dari langit. Air terjun Elong dan Matei banyak dikunjungi masyarakat karena keindahan keunikan air terjun serta panorama alam sekitarnya dengan kesejukan udara pegunungan seakan merayu setiap pengunjung untuk bertahan lama berlalu lalang di sana. Air terjun Kadadima masuk wilayah desa Laine dapat ditempuh dengan kendaraan darat dari Tahuna
± 2 jam dan dari Pelabuhan Fery Pananaru ± 25 menit sedang dari desa Laine menuju kearah Timur berjalan kaki ± 45 menit.
Air Terjun Nguralawo
Lokasi
:
Desa Binala Kecamatan Tamako
Objek
:
Air Terjun Nguralawo
Air terjun jaraknya 6 Km dari pusat Kota Tamako. Menurut legenda dinamakan Nguralawo karena zaman dulu air terjun ini terjadi tempat pemandian para bidadari (putri kayangan ).
Pemandangan Kota Tahuna
Lokasi
:
Kampung Lenganeng Kecamatan Tabukan Utara






Objek
:
Pemandangan Teluk Tahuna

Teluk Tahuna merupakan salah satu objek wisata yang sangat indah dilihat dari Desa Lenganeng





Sarang Burung Walet Kalama
Lokasi
:
Desa Kalama Kecamatan Tatoareng


Objek
:
Gua Walet
Hasil panen sarang burung walet di Pulau Kalama, dan Pulau Kahakitang dilelang secara terbuka oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepl. Sangihe
Terumbu Karang Sowang Kahakitang

Lokasi
:
Kahakitang Kecamatan Tatoareng
Objek
:
Terumbu Karantg
Pantai Sowang Kahakitang merupakan salah satu objek wisata pantai khususnya terumbu karang yang sangat indah
Pantai Embuhanga

Lokasi
:
Kecamatan Tabukan Utara
Objek
:
Wisata Pantai



Pantai Embuhanga merupakan salah satu objek wisata pantai yang sangat indah, dengan pasir putih dan kondisi alam yang masih asli ...
Pantai Pulau Kemboleng

Lokasi
:
Pulau Kemboleng Kec. Marore
Objek
:
Wisata Pantai
Pantai Pulau Kemboleng merupakan salah satu objek wisata pantai yang sangat indah, dengan pasir putih dan kondisi alam yang masih sanget asli









Flora dan Fauna Gunung Sahendarumang by Wesley Pangimangen

orchid

orchid



primery forest

primery forest



viper sp

viper sp



tarantula

tarsius sangirensis



fungus

fungus



otus colari

burung niu